Kinerja Keuangan Terus Membaik, Silmy Karim Buktikan Krakatau Steel Mampu Bangkit dari Ancaman Pailit

PEDOMAN.id – Jalan berliku dilalui PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) sebelum akhirnya bangkit dari ancaman pailit hingga membalikkan rapor kinerja keuangan.

Genap sewindu Krakatau Steel ‘mencetak’ utang dengan jumlah yang cukup fantastis, senilai US$2,22 miliar atau setara Rp35 triliun.

Secara terperinci, komposisi utang Krakatau Steel mencakup 60 persen pinjaman dari bank BUMN atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Sisanya, 40 persen gabungan bank swasta nasional hingga bank asing.

Lilitan utang yang menjerat Krakatau Steel, tidak lain dan tidak bukan berasal dari kasus korupsi pembangunan pabrik Blast Furnace Complex (BFC) untuk memproduksi besi cair yang mulai digarap sejak 2011.

Nilai kontrak awal pabrik BFC mulanya senilai Rp4,7 triliun, kemudian membengkak jadi Rp6,9 triliun hingga addendum ke-4. Tak ayal, kerugian negara akibat korupsi proyek itu pun mencapai Rp1,17 triliun hingga Rp1,38 triliun per tahun.

Meski Kejaksaan Agung telah memproses hukum para mantan direksi Krakatau Steel yang menjadi pelaku korupsi, termasuk mantan direktur utama periode 2007—2012, Fazwar Bujang, kerugian negara tetap menjadi pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan.

Tak kehabisan akal, manajemen Krakatau Steel pun bersiasat untuk menyelesaikan utang yang ada dengan sejumlah strategi.

Strategi pertama, restrukturisasi utang yang mulai dilakukan sejak September 2019, yakni dengan melakukan perjanjian restrukturisasi dengan kreditur dalam 3 skema, yaitu Tranches A, Tranches B, dan Tranches C.

Perjanjian restrukturisasi utang tersebut mengatur pembayaran pokok pinjaman dan bunga Tranches B hingga 2020, serta Tranches A dan Tranches C hingga 2027 mendatang.

Total pinjaman jangka panjang Krakatau Steel dan anak usaha dengan restrukturisasi yang dilakukan senilai US$2,22 miliar atau sekitar Rp29 triliun yang memecahkan rekor restrukturisasi kredit tertinggi dalam sejarah.

Restrukturisasi utang dilakukan dengan enam lembaga keuangan, antaralain PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank ICBC Indonesia, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank). Deretan anak usaha Krakatau Steel yang menjadi partisipan restrukturisasi di antaranya PT KHI Pipe Industries, PT Meratus Jaya Iron Steel, PT Krakatau Engineering, dan PT Krakatau Wajatama.

Seiring dengan restrukturisasi utang yang dilakukan, Krakatau Steel juga menggenjot kinerja sehingga mampu mencetak laba dari sebelumnya masih merugi.

Krakatau Steel akhirnya mengukir laba bersih senilai Rp326 miliar pada 2020. KRAS terus melanjutkan tren peningkatan kinerja dengan raihan laba bersih yang naik 86,8 persen menjadi Rp609 miliar pada Juli 2021.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim kala itu mengatakan telah berhasil membukukan penjualan Rp17,7 triliun hingga Juli 2021 meningkat 44,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Perbaikan kinerja Krakatau Steel terus berlanjut walaupun di masa pandemi, dan mampu menjaga kinerja positifnya,” tutur Silmy kala itu.

Selain restrukturisasi utang, Krakatau Steel juga menerapkan sejumlah strategi lainnya untuk dapat bertransformasi. Salah satunya, strategi efisiensi berkelanjutan dengan penurunan biaya operasional sebesar 41 persen.

Selain itu, Krakatau Steel juga melakukan transformasi budaya perusahaan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia serta menerapkan visi dan misi baru yaitu nilai-nilai amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif (AKHLAK). Di sisi kinerja produksi, Krakatau Steel berupaya meningkatkan ekspor di masa pandemi khususnya untuk produk hot rolled coil dan hot rolled plate yang dikirim ke sejumlah negara di Eropa, Australia, dan Malaysia.

Lebih lanjut, Krakatau Steel juga memperkuat bisnisnya dengan membentuk subholding Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI) pada Juni 2021 dan subholding Krakatau Baja Konstruksi (KBK) pada Agustus 2021. Melalui pembentukan subholding, optimalisasi kinerja operasional dapat semakin menguat, dengan sejumlah program efisiensi, digitalisasi, hingga strategi penghiliran untuk penguatan pangsa pasar.

Sejak subholding dibentuk, Krakatau Steel mendapat tambahan penghasilan dari laba bersih kedua subholding yang mencapai Rp459,9 miliar per Agustus 2021.

Silmy menambahkan, Krakatau Steel juga mengaplikasikan program digitalisasi pada setiap aktivitas bisnisnya, yaitu dengan digital control tower dan peluncuran aplikasi penjualan baja KRAS Mart Marketplace. Hingga akhir 2021, ada tiga inisiatif strategis yang dilakukan perseroan, yaitu rencana pengoperasian fasilitas, pemilihan mitra strategis untuk subholding Krakatau Sarana Infrastruktur, serta perbaikan portofolio bisnis.

“Dengan inisiatif tersebut kami yakin Krakatau Steel akan semakin maksimal dalam meningkatkan kinerja positifnya,” imbuh Silmy.

LANJUTKAN TRANSFORMASI

Pada 2020, Krakatau Steel akan melunasi utang senilai US$534 juta dengan sumber dana yang berasal dari laba, aksi korporasi, serta divestasi aset.

Silmy optimistis dapat membayar utang melalui sumber arus kas perseroan senilai US$250 juta, lantaran raihan laba bersih Krakatau Steel yang mencapai Rp508,74 miliar pada kuartal I/2022, moncer hingga 271,69 persen secara tahunan dari Rp137,22 miliar di periode yang sama pada 2021. Pendapatan Krakatau Steel pun tercatat meningkat 39,4 persen hingga April 2022 menjadi Rp13,44 triliun, dari Rp9,65 triliun pada April 2021.

“Dengan tren kinerja yang terus meningkat sejak awal 2022, proyeksi pendapatan Krakatau Steel di tahun ini senilai Rp37,74 triliun dapat tercapai,” pungkas Silmy kepada awak media, Jumat (13/5/2022).

Sementara itu, aliran dana tahun ini juga berasal dari divestasi aset subholding KSI dan KBK yang ditargetkan mencapai US$300 juta, dan aksi korporasi lainnya seperti penambahan penyertaan modal Krakatau Steel pada PT Krakatau Posco menjadi 50 persen, dari sebelumnya 30 persen.

Teranyar, Krakatau Steel telah menandatangani nota kesepahaman dengan Baowu Group Zhongnan Co Ltd pada 25 Mei 2022 untuk reaktivasi pabrik BFC serta mengembangkan produk billet dan baja kategori long product lainnya yang selama ini diimpor.
Lebih lanjut, proyek investasi Krakatau Steel dan Posco untuk pembangunan proyek Ibu Kota Negara Baru (IKN) hingga memperkuat industri baja dan kendaraan listrik juga baru-baru ini disahkan Menteri BUMN Erick Thohir, dengan nilai investasi mencapai Rp52,2 triliun. Kementerian BUMN mencatat pertumbuhan industri logam dasar nasional didorong oleh peningkatan kebutuhan luar negeri, sehingga jumlahnya pun naik menjadi 15,79 persen pada kuartal II/2022, dari 7,9 persen pada kuartal sebelumnya.

Seiring dengan kebutuhan logam luar negeri yang semakin tinggi, Krakatau Steel pun mengalami peningkatan volume penjualan sebesar 16 persen menjadi 626.400 ton pada kuartal kedua tahun ini, dari 539.111 ton pada kuartal I/2022. Sementara itu, dari sisi kinerja saham, pergerakan emiten berkode KRAS masih mencatatkan tren kenaikan sebesar 2,59 persen dalam sepekan.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jumat (26/8/2022) pukul 09.26 WIB saham KRAS parkir di posisi harga Rp394, naik 0,51 persen sejak awal pembukaan.

Meski masih terkoreksi 4,35 persen secara year-to-date (ytd), saham KRAS masih berpeluang mendapat katalis dari aksi korporasi yang dilakukan tahun ini. Hal ini tercermin dari saham KRAS yang sempat menguat 1,57 persen pada Kamis, (4/8/2022) usai melepas kepemilikan saham di PT Seamless Pipe Indonesia Jaya (SPIJ) dan mengalihkannya ke KPI untuk penataan portofolio bisnis. Hingga Mei 2022, Krakatau Steel telah melunasi utang senilai US$293 juta, dari total US$2,22 miliar.

Jalan menuju kebebasan utang masih panjang. Akan tetapi, hal tersebut justru menjadi bahan bakar Krakatau Steel dalam melaksanakan komitmen restrukturisasi dan transformasi yang dilakukan dalam 2 tahun terakhir.

Lika-liku Krakatau Steel yang mulanya berasal dari Proyek Besi Baja Trikora pada 1967 silam, terjerat utang dan nyaris pailit, hingga bangkit dari keterpurukan menjadi cerminan daya tahan perusahaan baja pelat merah yang pantang menyerah. (Sumber: bisnis.com)