Multiplier Effect Integrasi Bandara Kualanamu untuk Pertumbuhan Ekonomi Daerah

PEDOMAN.id – Pengembangan Bandara Internasional Kualanamu secara terintegrasi diharapkan mampu memberikan multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

Dosen Prodi Ilmu Ekonomi – FEB USU, Coki Ahmad Syahwier, SE. MP, mengatakan dalam konteks membangun Sumatera Utara tidak bisa secara parsial. Artinya, pembangunan tersebut harus terintegrasi satu sama lain.

“Jadi memang dalam konteks Sumatera Utara, memang kita tidak bisa membangun secara parsial. Misal, kita hanya membangun Kualanamu, tapi yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita mampu mengintegrasikan Danau Toba dengan Kualanamu, mengintegrasikan Bandara Silangit dengan Danau Toba. Saya pikir juga harus ada jalan tol dari Kualanamu ke Parapat, itu menjadi syarat utama karena transportasi itu jadi faktor penentu di dalam pengembangan Sumut,” ujar Coki kepada wartawan, Rabu (15/12).

Menurutnya, setiap aktifitas ekonomi diharapkan memberikan multiplier effect. Jadi, pertumbuhannya memberikan efek atau pengaruh kepada wilayah regional yang lain. Sehingga benar-benar terintegrasi semua, dari sektor-sektor perhubungannya, sektor logistik, sektor transportasi, sektor agribisnis, agro industri, sampai pada sektor pariwisata.

“Jadi, Angkasa Pura II harus bisa menyambungkan ke destinasi-destinasi wisata, khususnya daerah wisata prioritas, seperti Danau Toba,” ungkapnya.

Dia meyakini, dengan posisi Sumatera Utara sebagai daerah lintasan antar benua dengan pelayanan yang baik, akan tumbuh, akan berpengaruh besar pada dampak ekonominya. Asalkan, imbuh dia, dikelola secara terukur. Selain itu, ketenagakerjaan dalam negeri juga harus mendapatkan prioritas. “Jadi negosiasi yang saling menguntungkan, karena surplus tenaga kerja di Sumut cukup besar. Tugas pemerintah menyiapkan SDM-nya,” tuturnya.

“Pengelolaan dan pengembangan Bandara Internasional Kualanamu ini akan menjadi salah satu mesin penggerak pertumbuhan ekonomi Sumut,” pungkasnya.

Kemitraan strategis Angkasa Pura II dengan GMR Airports Consortium dengan skema BOT (Build-Operate-Transfer) berjangka waktu 25 tahun dengan nilai kerja sama sekitar US$6 miliar termasuk investasi dari mitra strategis sedikitnya Rp15 triliun. Kedua entitas ini membentuk perusahaan bernama Angkasa Pura Aviasi yang 51% sahamnya dimiliki oleh AP II dan 49% dimiliki GMR Airports Consortium. (adm/ndr)